Langsung ke konten utama

MISTERI ANAK-ANAK PAK JAWI (VERSI LENGKAP CHAPTER 5,6,7,8)


Chapter 5
Februari 2014
19:30 WIB

KAMI HARUS TAHU

ITUMISTIS - “Mereka memang anak-anak Pak Jawi”
Akhirnya Pak Edi mau buka suara juga tentang masalah ini. Setelah sebelumnya sempat menolak berkomentar dan memilih berakting Pura-pura tidak tahu seperti yang dilakukan warga lain. Pak Edi ini perokok berat, hampir setiap 2 – 3 kalimat pasti berhenti buat menghisap rokok. Perokok berat, ataukah tanda orang gugup/takut. Setelah jeda panjang, beliau melanjutkan ceritanya. Sementara saya dan Sugik sudah pasang telinga, siap untuk mendengarkan.

“Saya tidak tahu banyak tentang asal-usul Pak Jawi, tapi setahu saya beliau warga yang baik. Beliau juga tabib yang dipercaya warga, termasuk Ibu sampean”

“Terus, kalau anak-anaknya??” 
Rasa penasaran saya sudah tidak terbendung, sampai-sampai saya nekat memotong pembicaraan orang yang lebih tua (Di daerah saya, yang seperti ini dibilang gak sopan)

“Ah yaaaa, anak-anak pak jawi. Merekaaaaaaaaa, emm merekaaaa jugaaa”

Dari situ kelihatan jelas kalau sebenernya Pak Edi ini bingung antara kasihan sama saya atau menjaga privasi warganya. Tapi bukan ini tujuan kami ke rumah beliau, bagaimanapun caranya kami harus dapat info yang meskipun sedikit tapi akurat tentang anak pak jawi, karena itu saya berniat untuk sekali lagi memaksa pak edi buka mulut.

“Pak! Tolong kami dihargai. Saya memang bukan warga bapak, tapi tetap saja kejadian yang menimpa saya kemarin malam itu terjadi di daerah bapak! Dan juga melibatkan warga bapak, meskipun masih anak-anak”

Ops! Niat saya untuk menyela keduluan si Sugik, Cuma sayangnya dia kebawa emosi, jadinya saya yang gak enak sama pak Edi. Tapi saya bisa mengerti kenapa teman saya ini emosi. Sebenernya alasan kami ke rumah pak edi malam ini bukan semata karena ingin jadi detektif ataupun sekedar ingin tahu rahasia orang lain, soalnya setelah kejadian itu saya sendiri ngeh mau berurusan sama Pak Jawi dan anak-anaknya. Tapi beda dengan sugik, dia merasa punya hal yang harus diselesaikan dengan salah satu anak pak Jawi.

Flashback kemarin malam
Chapter 6
Februari 2014
00:00 WIB

SI PINCANG YANG MALANG

ITUMISTIS - Brak! Duar! (Entah saya harus bagaimana mengilustrasikan suara motor jatuh, terus jatuh ke parit) Tapi yang saya tahu suara itu keras sekali terdengar dari luar rumah. Saya pun bergegas keluar kamar, dan mendapati pintu rumah sudah terbuka. Saya pun keluar rumah disana sudah ada Bapak dan Ibu saya juga beberapa tetangga sedang berkerumun di pinggir jalan di depan rumah. 

Setelah saya menghampiri kerumunan itu saya melihat “Sugik” sedang tergeletak di dalam parit di pinggir jalan. Sugik masih sadar, hanya saja dia mengaduh sambil sesekali mengumpat.

Warga bergotong royong memindahkan motornya yang peot ke pinggir, tapi saat warga mau menolong sugik, sugik malah mengamuk. Dia beranjak dari parit tempat dia jatuh dan menuju ke tengah jalan, dimana puing-puing motor dan kaca spionnya berserakan.
Tapi bukan itu yang jadi tujuan sugik. Diantara puing-puing motornya, ada seorang anak kecil duduk bersimpuh tepat di tengah jalan. Gak perlu dekat bagi saya untuk tahu kalau anak itu adalah salah satu anak Pak Jawi “Si Pincang”


Sugik menghampiri si pincang yang dari tadi hanya melongo ngadep langit tanpa bergerak sedikitpun. Saya bisa menebak apa yang akan di lakukan sugik sama itu bocah, makanya dengan cepat saya berlari menyusul sugik, berharap masih sempet untuk menenangkan temen saya itu. Karena kalau enggak, itu si pincang bakal lebih pincang dari sekarang.
Tapii langkah saya terhenti, karena setelah saya menoleh ke belakang. Tetangga-tetangga saya yang awalnya berkumpul di pinggir jalan, satu persatu masuk ke dalam rumah masing-masing tanpa menoleh sedikitpun ke TKP. Dan yang bikin saya lebih kaget, bapak dan ibu saya juga sudah ada di rumah. Hanya saja mereka masih melihat dari pintu.

Jedug!!!!

Pada saat saya menoleh ke arah sugik, saya sudah terlambat. Teman saya menendang si pincang entah berapa kali, yang jelas posisi si pincang bergesar jauh ke pinggir jalan gara-gara tendangan si madun eh si sugik. 
Sugik meluapkan amarahnya sambil mengumpat yang dalam bahasa Madura kira-kira seperti ini

“PATEK!! TAE BEKNA!! ANAKNA SAPA??? TERRO MATEA KERANA MAK JUK TOJUK E TENGA JELEN??
MON TERRO MATEA, MATE DIBIK!! JEK NGAJEK ORENG!! CELENG!!”

Saya yang sudah ada di samping sugik berusaha menenangkan temen saya yang tambun itu. Perlahan demi perlahan saya dorong sugik ke pinggir jalan. Saya masih ingat bau Miras melekat di badan sugik yang masih saja mengumpat keras banget.

Tapi suara sugik berhenti pas tiba-tiba terdengar bunyi lonceng. Lonceng yang sama yang dipake pak jawi buat manggil anak-anaknya. Dan benar dugaan saya, di pinggir jalan sudah ada “Si jangkung” anak pak jawi yang paling tinggi. Dia menghampiri si pincang yang tergeletak di jalan, kemudian menggendongnya dan membawanya pergi.

Karena suasana yang sudah mulai hening, saya pun bisa mendengar si pincang berbisik “Benni gule” yang dalam bahasa Indonesia berarti “Bukan saya”, kalimat itu diucapkannya berulang-ulang namun dengan suara yang kecil. Bahkan kalau diingat-ingat, si pincang sudah komat-kamit bahkan sebelum ditendang sugik.

“Akhirnya sugik tenang juga”

Pikir saya dalam hati. Tapi dasar orang mabok, dia masih aja ngoceh, malah nantang si jangkung berantem. Mungkin waktu itu yang datang menggendong si pincang Cuma si jangkung, tapi saya yakin sugik juga melihat kalau di balik pagar di dekat parit, empat saudaranya yang lain sedang memperhatikan sugik dari jauh.

“KESINI KALAU BERANI!! ANAK SETAN!!!”

Mendengar umpatan sugik, si jangkung dan si pincang menoleh dengan mata melotot. Yaaaa mata yang sama dengan yang saya lihat malam itu. Saya juga yakin saudaranya yang lain yang ada di balik pagar juga melakukan hal yang sama, soalnya itu pagar mulai gerak-gerak seperti ada yang dorong.


Syok! Untuk kedua kalinya saya melihat kejadian seperti ini. Tapi setidaknya saya tahu, bukan Cuma saya yang syok malam itu.

“Ada air sob??” Tanya sugik yang bengong seolah-olah kehilangan keberaniannya.
Chapter 7 (Kembali ke rumah Pak Edi)
27 februari 2014
Situbondo, Jawa Timur
20:00 WIB

YANG TAK PERNAH LAHIR, DAN YANG TAK PERNAH ADA

ITUMISTIS - Pak edi selaku tetangga yang saat itu berada di TKP kecelakaan yang menimpa sugik, merasa bersalah karena dia meninggalkan TKP sebelum masalah selesai. Akhirnya dia pun mulai bicara

“Tolong apapun info yang kalian dengar dari saya, jangan lakukan apapun sama anaknya pak jawi! Jangan!!”

Saya mengangguk tanda setuju, kecuali anggukan sugik yang saya yakin hanya pura-pura setuju.

“Saya tidak tahu kapan tepatnya anak-anak pak jawi datang ke desa ini, tapi…”

“Datang??” 

Sugik menyela. 

“Iyaaa, datang. Gak ada satupun yang tahu kapan dan dimana mereka lahir. Hanya saja menurut pengakuan pak jawi, mereka lahir di kampung halamannya dan baru kesini setelah umur 6 tahun. Karena istrinya tidak sanggup membiayai mereka berenam, akhirnya pak jawi lah yang merawat mereka”

Saya masih ingat pertanyaan saya tentang istri pak jawi yang saya berjanji sama diri sendiri gak bakal nanyain itu lagi sama beliau, apalagi sama anak-anaknya.

“Istri pak jawi, masih hidup?? Terus sekarang ada dimana??”

Tanya Sugik.

Pak edi menyandarkan badannya yang dari tadi membungkuk ke meja, seolah-olah obrolan selanjutnya tidak lagi setegang barusan.

“Itu dia Dek, jangankan masih hidup atau sudah mati. Saya aja gak tahu istrinya beneran ada atau enggak. Pernah sekali saya ke rumah pak jawi untuk kepentingan sensus, dan karena alasan yang sama saya juga harus menyakan tentang istri beliau. Tapi ……..”

Ekspressi pak edi berubah total, badannya pun kembali membungkuk, dan kali ini dia menghisap rokoknya enam kali sebelum akhirnya geleng-geleng kepala.

“Apa waktu itu bapak ke rumah beliau pas malam hari??”

Tanya saya, yang di respon oleh anggukan pak edi

“Apa waktu itu ada anak-anak pak jawi disana?”

Sekali lagi pak edi mengangguk, tapi kali ini lebih pelan dan berat dari sebelumnya.

“Kalau gitu saya tahu apa yang pak edi lihat”

Pak edi menggaruk-garuk kepalanya dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya masih memegang rokok yang sebenarnya sudah tinggal puntungnya.

“Kalau gitu kami pamit pak, masalah sugik biar kami cari jalan keluarnya sendiri. Kami gak tahu siapa yang bisa bantu kami, polisi atau orang lain. Tapi kalau nanti terbukti adanya faktor gaib di balik anak-anak pak jawi, saya minta bapak bisa ambil tindakan”

Saya menepuk pundak sugik yang terdiam lesu karena sepertinya dia tidak menemukan jawaban yang dia cari. Saya memapah dia kembali ke kursi rodanya. Ada rasa iba setiap kali melihat kaki sugik, kecelekaan kemarin malam itu pasti parah banget sampai dia harus kehilangan kakinya. Dan sekarang dia harus merasakan nasib yang sama seperti si pincang yang pernah dia tendang.

Meskipun ada yang masih menganggu di benak saya. Sugik masih bisa berjalan bahkan menendang orang kuat sekali setelah kecelakaan itu. Tapi sekarang kakinya malah lumpuh. Karena kecelakaan kah, atau???
Chapter 8
3 maret 2014
Situbondo, Jawa Timur
13:00 WIB

MEREKA YANG TAK PUNYA NAMA

Se Perot (Si peyot)
Se Lempo (Si gendut)
Se Teleng / Se Keler (Si Juling)
Se Dippang (Si Pincang)
Se Kotol (Si Buntung)
Se Tenggi (Si tinggi)

ITUMISTIS - Kira-kira begitulah warga menyebut keenam anak pak jawi ini dalam bahasa Madura. Karena sampai sekarang pun tidak pernah saya mendengar ada yang memanggil mereka, entah itu tetangga, saudara-saudaranya, bahkan pak jawi sendiri. Yang saya tahu, mereka hanya memanggi satu sama lainnya dengan menggunakan sebuah lonceng.

Siang ini panas sekali, mungkin musim hujan sudah hampir berakhir. Saya memilih untuk merapikan kertas-kertas ini, kemudian mandi dan pergi cari minuman dingin.

Kadang saya merasa aneh dengan apa yang saya lakukan akhir-akhir ini, entah kenapa saya jadi terobsesi dengan Pak Jawi dan keenam anaknya, sampai-sampai saya diam-diam melakukan penyelidikan hanya untuk mencari tahu riwayat dari keluarga pak jawi yang sebenernya.
Memang sempat terlintas di benak saya kalau saya terlalu berlebihan memikirkannya. Mereka berenam hanyalah anak-anak biasa, yang mungkin kurang beruntung karena harus terlahir cacat. Semua perilaku aneh mereka bisa jadi karena didikan dari pak jawi yang tidak maksimal, maklum beliau sudah tua. Dan tentang kondisi pak jawi yang bungkuk tapi tiba-tiba sehat lagi pas malam datang, hmmm bisa jadi penyakit bungkuknya gak permanen, alias sesekali kumat.

Berbagai spekulasi yang didasarkan pada logika dan positif thinking pun saya kumpulkan dan saya coba untuk meyakinkan diri sendiri bahwa gak ada yang aneh dari keluarga pak jawi. Tapi sayangnya itu sia-sia, ada beberapa hal yang sudah beberapa kalipun saya coba pecahkan dengan logika tapi gagal, karena memang sepertinya jauh dari nalar manusia.
Beberapa diantaranya adalah

Segera setelah kecelakaan yang menimpa sugik, pada malam yang sama dan hanya berselang 5 menit, Saya putuskan untuk kembali ke TKP. Ada seseuatu yang harus saya temukan kalau saya ingin tidur nyenyak malam itu. Tapi sialnya, setelah hampir 20 menit mondar-mandir di pinggir jalan saya tidak menemukan apa yang saya cari. Saya tidak bisa menemukan jejak kaki dari si pincang. Dia pincang dan hanya bisa berjalan dengan cara ngesot, atau merangkak jadi pasti ada bekas atau jejak yang dia tinggalkan di pinggir aspal. Tapi jangankan jejak di pinggir jalan, tai kuda di samping dia duduk aja bentuknya masih bagus seperti gak kesentuh.
Apa jangan-jangan dia muncul tiba-tiba di tengah jalan??? Atau mungkin si jangkung sengaja naruh dia di tengah jalan??

Sepulang maen basket sore kemarin, saya sempetin lewat Gang kadal. Seperti biasa rumah pak jawi sepi, dan tidak ada tanda-tanda dari anaknya. Tapi bukan itu yang saya cari, saya hanya penasaran sama rumput di kandang sapinya. Ini sudah lebih dari satu minggu sejak terakhir kali saya melihat kandang sapi pak jawi. Tapi rumputnya masih disana! Masih segar, bahkan lebih banyak dari sebelumnnya. Saya tidak bisa berlama-lama disana karena tanpa disadari oleh saya, ayunan di pohon yang paling pojok dari tadi bergoyang-goyang, soalnya si juling lagi main disana dan sudah dari tadi memperhatikan saya sambil senyum.

Pak Jawi tidak bisa menjawab salam saya soalnya dia bilang lagi wudhu, di dekat sumur yang seingat saya sumur itu tidak ada katrolnya. Jadi tidak mungkin pak jawi ngambil wudhunya nyebur ke dalam sumur. Untuk memastikan hal itu, pagi sekali sebelum berangkat kuliah saya sempetin lewat gang kadal. Dari jauh saya lempar batu ke arah sumur itu, berharap mendengar suara batu jatuh ke air “Plung” . Butuh 3 kali percobaan buat saya yang notabeninya pemain basket untuk bisa masukin batu kampret ke dalam sumur kampret itu dan KAMPRET nya lagi bukan suara batu nyemplung ke air, tapi suara orang berteriak

Aaaaaaaww!!

Apapun alasannya, bagaimana mungkin satu RT ini bisa kompak untuk sama-sama mengabaikan anak-anak pak jawi, dalam kondisi dan situasi apapun. Lagian, apa alasan mereka?? Takut?? Saya sudah hampir satu bulan di rumah baru ini, mungkin sudah saatnya untuk lebih dekat dengan tetangga, agar saya bisa dapat alasan dari tindakan pengasingan yang mereka lakukan. Saya sudah coba dengan ayah dan ibu saya yang sepertinya mereka sudah tahu, tapi memilih untuk tidak ikutan, dan bahkan menyuruh saya untuk tidak terlibat.


Sampai saat ini baru itu yang bisa saya kumpulkan. Dan mulai saat ini juga saya memutuskan untuk tidak lagi peduli sama pak jawi dan keluarganya. Saya punya hidup yang harus saya urus, dan selama mereka tidak mengusik hidup saya, saya tidak punya alasan untuk mengusik hidup mereka.

Bersambung CHAPTER 9....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluargaku Yang Harmonis Berujung Miris Dan Menyeramkan (CERITA MISTIS NYATA)

Penampakan Tuyul Yang Sering Aku Lihat Dikampungku (Part 3) ITUMISTIS - Perlu diketahui gan, karena aku tinggal di desa maka masih banyak persawahan terbentang luas, ditengah pemukiman pun masih banyak tanah kosong yg tak terurus (kalo diaerahku menyebutnya bon suwung), disana masih banyak pohon yg gede2, tanaman bambu yg rimbun juga semak belukar. Kebetulan rumahku juga deket bon suwung, jadi letaknya dipinggir sebuah gang (halaman rumah jadi satu dengan gang), utara rumahku adalah rumah joglo yg sudah tua milik simbahku, samping rumah joglo itu tanah kosong yg luas (bon suwung), utara bon suwung adalah kuburan.... sementara dibelakang rumahku ada rumah milik pakdheku, belakang rumah pakdheku adalah kali.... kali yg berpuluh2 tahun gak pernah mati karena ada mata air diutara kampungku. Bingung ya gan?emoticon-Bingung  Semua tempat yg aku sebutin itu adalah tempat yg terbilang wingit, apalagi mata air yg terletak di utara kampungku, kata tetua desa kami... di sekitar

KISAH MITOS

Kisah Mitos Tiga Desa Nganteng Bersetubuh Dengan Penunggu Wisata Danau Ngantang Selorejo Malang Cerita Mitos kali ini berkisah nyata tentang akibat Pesugihan.Cerita hantu siluman paling seram dan nyata terbaru ini saya jadikan cerpen horor sebagai artikel pertama untuk mengawali Kumpulan cerita horor nyata seram dan menakutkan terbaru. Sebelum Anda terjerumus, sebaiknya dipikir jernih. Tak ada untungnya melakukan persekutuan gaib dengan makhluk halus. Terlebih dalam urusan kekayaan. Meski enteng syarat dan enteng hasil, namun urusan dibelakangnya sangatlah mengerikan. Segeralah bertobat… Insya Allah, Tuhan memberi jalan terang seterang jalan di Surga. Amin… Pengalamanku terjun di dunia pesugihan, membuatku menyesal seumur hidup. Aku yang kala itu istri dari seorang pimpinan group campursari, sedikitpun tak memikirkan masa depan keluarga. Beratnya menjalankan dan besarnya resiko, tidak lagi sekedar cerita dan mereka yang pernah melakoni dunia pesugihan. Pengalaman mengerikan

Keluargaku Yang Harmonis Berujung Miris Dan Menyeramkan (CERITA MISTIS NYATA)

Suara Misterius Yang Selalu Terdengar (Part 1) ITUMISTIS - Sedikit perkenalan gan, namaku Wawan... Aku tinggal disebuah kampung yg ada dipinggiran kota besar dipulau jawa yg sebagian besar penduduknya masih bertani. Begitu juga dengan orang tuaku, selain bertani mereka juga berdagang. Aku anak kedua dari tiga bersaudara, perlu diketahui gan..tahun 1998 aku lulus SMA, jadi sudah ketebak berapa umurku saat ini. Cerita ini berdasarkan pengalamanku sendiri dan keluarga serta beberapa orang terdekatku. Saat itu aku masih SMA, sepulang sekolah aku dan adik serta kakakku membantu ortuku disawah karena saat itu adalah musim tanam, jadi butuh tenaga ekstra yg tidak mungkin hanya dikerjakan oleh kedua orang tuaku. Sekitar jam 4 sore aku berniat pulang... "Pak aku pulang duluan ya... soalnya tadi udah janjian sama temen" kataku ke bapak. "Ya gak apa2, lagian juga sudah mau selesai kok" kata bapak. Akupun bergegas pulang dengan motorku, sementar