Chapter 24
Desember 2014
02:45
MEREKA KEMBALI, MEREKA MASIH DISINI
“Hah”
“Hah”
“Hah”
Suara nafas saya yang tersengal-sengal, saling berpacu dengan suara degup jantung dan langkah kaki yang berlari menuju kamar belakang tempat faza tidur. Sementara Avin saya perintahkan untuk menjaga Ibu, Bu de dan Farah.
Dan disinilah saya, kamar belakang yang bersebelahan dengan ruang keluarga. Cepat-cepat saya hidupkan lampu dan mencari ke setiap sudut ruangan yang sempit itu, tapi saya tidak melihat adek sepupu saya.
Tiba-tiba di bawah meja, sepasang kaki kecil bergerak-gerak. Sambil menelan ludah, saya pun menghampiri meja itu, saya melihat dengan jelas sesosok anak kecil sedang bersembunyi dibawahnya. Ketika saya menundukkan badan, tampaklah wajah penuh bulu berwarna merah dengan hidung dan mata yang sangat besar, dan disamping wajah itu adalah wajah faza yang sedang menatap saya sambil memeluk boneka Monster Cookie nya.
Saya pun menghela nafa lega, karena adik saya ini tidak apa-apa.
Belum!! Belum!! Seru saya dalam hati, saya belum boleh lega
“Maas, itu suara apa yaaa mas?”
Tanya anak malang itu dengan suara yang serak
“Ooooh itu suara orang-orang maen bulu tangkis, ayo faza ikut mas! Bunda ada disana sama mbak Farahnya, yok”
Saya mengulurkan tangan saya, menyuruh faza meninggalkan boneka merahnya itu, dan membawanya ke ruang tamu. Tapi tiba-tiba saja faza melepaskan tangan saya, saya pun menoleh.
“Lhoooo kenapa??? Ayoo ikut mas”
Faza menggeleng-gelengkan kepalanya sembari mundur perlahan lahan. Perasaan saya pun mulai tidak enak, saya coba mendekati faza tapi dia semakin mundur ke belakang. Ekspresi wajahnya seperti melihat sesuatu yang sedang mengancam dia, tapi ketika saya menoleh ke belakang…………
Tidak ada apa-apa disitu.
Saya pun berusaha meyakinkan faza bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan
“Ayoooo faza, gak ada apa-apa disitu, lagian ada mas, jadi gak usah takut”
………………………………………………………………..Hick!............................................................................
Tiba-tiba faza cegukan, dan sambil mewek dia memanggil Ibunya
“Bundaaaa……………… Hick!!”
Saya pun tahu kalau saya harus bertindak cepat, karena sepertinya faza mulai menunjukkan tanda-tanda yang sama seperti Aim. Kalau sampai apa yang terjadi di rumah tetangga juga terjadi di rumah ini, saya gak bisa bayangin bagaimana paniknya keluarga saya.
“Fazaaaa, ayo ikut mas, cepat!!”
Saya menghampiri faza dan menarik tangannya, tapi dia menahan langkahnya dengan sangat kuat, kuaat sekali
“Bun…….. Hick! Ndaaaaaa, Buuundaaaaaaaa, Bundaaaaaaaaaaaaa Hick! Bundaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa”
Tanpa pikir panjang lagi saya tutup mulut faza dengan kain seadanya dan menggendongnya sambil berlari ke ruang tamu. Sampai disana keluarga saya melihat dengan panik, satu persatu dari mereka bertanya ini dan itu sambil mencoba memegang faza
“Jangan!!! Jangan dipegang!!”
Teriak saya, yang kemudian memberikan aba-aba untuk pindah. Saya letakkan faza di meja tamu setelah membuang semua kue, minuman, taplak meja dan apapun yang ada di meja itu.
“Vin! Hidupkan semua lampu”
Avin bergegas menghidupkan lampu ruang tamu, dan kembali menyaksikan faza. Tapi segera saya memarahinya dan berteriak
“Kamu budeg?? Mas kan sudah bilang, SEMUA LAMPUUUUUUUU!!”
Dia lari terbirit-birit seakan wajah saya lebih menyeramkan dari suasana malam itu. Saya menyuruh farah mengambilkan se ember air, dia pun bergegas ke kemar mandi ditemani Ibu. Segera saya menarik meja tempat faza berbaring ke tengah sehingga tidak ada satupun sisi meja yang menyentuh dinding, kursi atau apapun termasuk tangan bu de.
Semua lampu rumah pun menyala tanpa terkecuali, berbarengan dengan se ember air yang dibawa farah. Saya meraih ember itu dan menyiramkannya ke kaki meja setelah menyuruh semua keluarga untuk menyingkir.
Kemudian saya duduk bersimpuh di samping meja, tepat disebelah kepala faza, dan saya…………..
Saya terdiam sampai di situ karena tidak tahu apa yang harus saya lakukan.
Saya sering melihat bapak melakukan ini saat Avin, farah atau bahkan katanya saya juga pernah kesurupan dulu. Tapi saya hanya melihat, saya tidak pernah mendengar, bertanya atau belajar apa yang kemudian bapak saya bacakan ke telinga orang yang sedang kesurupan.
“Siaaal!!! Sial!! Siaaaaal!!!”
Ibu saya memegang pundak saya berusaha menenangkan, sementara kain di mulut faza perlahan-lahan jatuh dan keluarlah suara teriakan …….
“Cukkoooo…. Cukkoooooooooo cukkoooooooooooooooooooooo”
“?????”
Itu suara chick alarm jam di ruang tamu yang memang selalu berbunyi saat pukul 3, 6, 9, dan 12. Kami sekeluarga dapat mendengar dengan jelas suara alarm itu, yang terdengar nyaring sekali.
Bukan! Bukan alarm ini yang terdengar nyaring, tapi suasana saat itu saja yang sedang sepi. Saya perhatikan tidak ada lagi terdengar suara jeritan di belakang, di samping, dimanapun. Semuanya serentak kembali tenang. Satu persatu keluarga saya duduk, menghela nafas panjang, sementara saya masih terdiam lega, tapi bingung dengan apa yang terjadi.
Sesaat semuanya menikmati saling diam, sementara Bu de mengelus dahi faza, dan Bapak saya pun pulang.
Ini malam yang sangat panjang bagi saya dan keluarga.
Chapter 25
Desember 2014
07:00
TEMPAT YANG AMAN
Suara burung terdengar dari jendela kamar saya, berusaha membangunkan saya yang masih sangat ngantuk, saya tidak keberatan asal burung-burung itu tidak berteriak, saya sudah cukup mendengar teriakan.
Krek!
Saya membuka pintu kamar, melewati ruang tamu yang masih berantakan dan basah, menuju dapur.
“Lhoooo kok kosong??”
Kecewa karena tidak ada satu makanan pun di meja makan, dan tidak ada nasi di rice cooker. Akhirnya saya ambil sendok, dan membawa sebotol besar nutella di kulkas. Sambil ngemut sendok yang penuh selai, saya berjalan menyusuri rumah tapi tidak ada seorang pun
“Kemana sih orang-orang rumah?? Jangan-jangan pada kabur semua gara-gara semalem”
Di luar rumah pun tampak sepi, jam segini biasanya ibu-ibu pada lalu lalang belanja.
“Mungkin mereka masih trauma, wajar saja soalnya semalam anak mereka yang masih kecil itu tiba-tiba teriak seperti kesurupan”
Saya duduk di depan rumah dengan sendok dan smartphone yang saya pegang bergantian. Saya menceritakan dengan singkat apa yang terjadi semalam pada Erik, Uci dan Adi. Adi dan Erik merasa heran karena di rumahnya tidak ada apa-apa. Erik yang malam itu kebetulan menginap di rumah Adi hanya melihat abang tukang becak semuanya menuju ke selatan ke dusun tempat saya tingal. Sementara Uci masih saja berteori, dia berencana untuk pulang kampung segera setelah kuliah S2 libur.
Sebuah mobil Avanza putih masuk ke halaman rumah pak suryo yang bersebelahan dengan halaman rumah saya dan hanya dibatasi pagar bambu tipis. Kemudian semua anggota keluarga pak suryo keluar dari rumah. Mereka berpakaian rapi layaknya orang yang hendak bepergian, dan benar dugaan saya mereka semua masuk ke dalam mobil, meninggalkan pak suryo yang masih mengenakan kaos dan sarung yang sama dengan semalam.
“Mau kemana pak??”
Tanya saya sambil menghampiri beliau
“Mau ke bondowoso cong (Kacong = panggilan untuk anak laki-kali), sementara biar mereka tinggal disana dulu sampai keadaan aman”
Jawab pak suryo yang wajahnya masih kelihatan ngantuk, rambutnya yang sudah beruban terlihat acak-acakan.
“Emmmm pak suryo lihat bapak sama keluarga saya yang lain gak??”
Pak suryo melambaikan tangan pada keluarganya yang sudah mulai berangkat. Saya melihat aim juga melambaikan tangan ke kakeknya, anak itu kelihatan riang gembira seperti tidak tahu apa-apa tentang tragedi semalam.
“Pak haji pergi ikut rapat ke balai desa, saya barusan dari sana cong, tapi harus pulang soalnya keluarga saya mau berangkat”
“Rapat apa ya pak??”
Tanya saya penasaran, baru kali ini bapak saya ikut rapat.
“Semua kepala keluarga berkumpul di balai desa, membahas kejadian semalam. Yaaaa gak semua sih, Cuma tiga RT aja yang ikut. Tapi karena penasaran, jadi ibu-ibu sama anak-anaknya juga ikut nonton. Saya juga ngelihat ustadah sama Bing Farah
(Cebing = Panggilan untuk anak perempuan)”
“oooooooo”
Saya mengangguk tapi sedikit kesel.
“Ada acara penting gitu, kenapa saya gak dibangunin??”
Gumam saya dalam hati.
Chapter 26
Desember 2014
08:00
DEDUKSI
Berpikir……….
Ini pertama kalinya saya harus pusing gara-gara terror yang dibuat anak-anak pak jawi, setelah berbulan-bulan mereka tidak kelihatan batang hidungnya.
Sejauh ini ada banyak misteri yang belum terpecahkan. Banyak juga jawaban yang justru menimbulkan pertanyaan baru
Pertama……..
Bunyi lonceng. Sepertinya ini jadi awal dari semua kejadian mistis yang disebabkan anak-anak pak jawi. Saya sudah mengingat-ngingat dengan jelas, sejelas jelasnya,
Bunyi lonceng pertama, yaitu saat pak jawi menyuruh anak-anaknya yang melototin saya untuk masuk ke dalam rumah
Bunyi lonceng kedua, terdengar saat si tinggi datang menolong si pincang yang habis ditendang sugik
Bunyi lonceng ketiga, terdengar saat anak-anak pak jawi mencabik-cabik Pak Muhadi dan …… (sebaiknya tidak saya ingat)
Dari ketiga bunyi lonceng yang saya dengar, tidak sekalipun saya melihat Siapa yang membunyikan lonceng, pun tidak juga saya melihat loncengnya.
Kedua…….
Sumur di rumah pak jawi, yang setelah saya lihat ke dalam ada beberapa hal yang membuat penasaran saya
Rumput pakan sapi yang tertata rapi, seperti ditata khusus untuk dimakan, atau tempat tidur??????
Lubang di dinding dasar sumur,siapapun yang melihat lubang itu yang pertama ada di pikirannya adalah “Pasti anak-anak pak jawi sembunyi di dalam sumur itu, dan lubang itu tembus ke tempat lain”
Dan ternyata sampai sekarang mungkin saya lah satu-satunya yang melihat lubang itu, warga yang dulu sempat memeriksanya tidak menemukan ada lubang apapun.
Ketiga…….
Orang misterius yang muncul di samping sumur, saat kabur dari tragedi pencabikan itu, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, ada seseorang di samping sumur. Cuma karena disana tidak dipasangi obor seperti di halaman depan, jadi saya tidak bisa lihat wajahnya. Hanya siluet tubuhnya saja yang jelas dimata saya, dan tidak diragukan lagi “Itu tubuh anak kecil”
Keempat……..
Kayu pasak, pengikat sapi yang saya lihat di dalam rumah pak jawi. Sempat terpikir ucapan Erik “Jangan-jangan itu Pak Jawi dan anak-anaknya adalah siluman sapi jadi-jadian”, ucapan yang sempat saya tertawakan, tapi sekarang justru saya makan. Apakah selama ini mereka hidup dengan makan rumput yang ada di kandang, dan tidur dengan diikat di pasak seperti sapi?? Kalau iya, siapa yang mengikat?? Terus kenapa Ada Tujuh?? Apakah itu milik pak jawi???
Aaaah kalau erik tahu saya dibuat bingung gara-gara teorinya dia pasti sumringah sambil bilang
“Ini memang bidang gue sob”
Kelima…………….
Lembu hitam yang digendong pak jawi. Saya sempet meragukan kesehatan mata sugik karena dia sedang mabok, tapi Erik beda! Dia sadar sesadar-sadarnya kalau dia melihat apa yang sugik lihat. Tadinya saya mengira Erik hanya menghayal karena takut, karena secara logika postur seekor lembu hampir tidak mungkin untuk digendong di punggung, belum lagi berat dan besarnya. Dan selama ini meskipun bungkuk, pak jawi masih bisa menggerakkan kepala dan tangannya dengan bebas.
“Aku juga gak tahu sob! Tanya aja sama sapinya. Tapi yang Nampak jelas di mata ku waktu itu Cuma kepalanya, kalau badan…….. aku gak ingat”
Ucapan erik waktu itu memunculkan dugaan baru di benak saya, Mungkinkah hanya kepalanya saja yang berbentuk lembu?? Sedangkan badannya berbentuk manusia???
Keenam……….
Dimana sebenarnya anak-anak pak jawi?? Benarkah pak jawi sudah mati??? Terus apa arti dari kejadian tadi malam?? Apakah itu sebuah wujud dendam dari anak-anak pak jawi?? Kalau iya, kenapa harus tadi malam??
Aaaaaaaaaaaaah memikirkan semuanya sekaligus, membuat kepala saya serasa dijilat-jilat lembunya pak jawi. Itu belum semuanya, masih banyak yang belum terjawab. Tapi cukup sampai disini dulu, soalnya sekarang saya sudah selesai, saya taruh smartphone saya di tempat sabun, kemudian saya siram hasil dari buah pemikiran saya tadi, setelah itu cebok dan kembali ke kamar dengan perasaan lega.
Bersambung CHAPTER 27....
Sumber Cerita Nyata: https://m.kaskus.co.id/profile/9268601
Komentar
Posting Komentar