Langsung ke konten utama

MISTERI ANAK-ANAK PAK JAWI (VERSI LENGKAP CHAPTER 19,20)

Chapter 19
Juli 2014
Situbondo, Jawa Timur
01:30 WIB

MIMPI

Tik……
Tik………..
Tik……………

Gerimis……
Masih tidak berhenti. Hanya kali ini saya bisa mendengarnya dengan sangat jelas. Suara tetes air dan tubuh manusia yang jatuh ke tanah basah, secara bersamaan.

Satu….
Dua….
Tiga…
Empat….

Ada empat suara tubuh manusia yang jatuh ke tanah yang bisa saya hitung. Termasuk tubuh saya sendiri Bau tanah yang bercampur dengan bau darah, membuktikan kalau penciuman saya masih normal. Tapi gelap. Gelaaaap banget. Andai ada sedikit aja cahaya lampu, saya bisa tahu dimana sebenernya saya sekarang ini.

“Di rumah lah!!!”

Suara Farah adik perempuan saya membuat saya terbangun. Butuh beberapa detik untuk membuat pandangan saya yang buyar menjadi normal lagi, barulah kemudian saya bangun.

“Mas belum sholat isyak, sholat dulu sana!! Baru tidur lagi!! Lagian ngapain tidur sini??? Pindah gih!”

Farah meninggalkan saya yang masih pusing dan bingung dengan apa yang terjadi. Saya meraba-raba tempat dimana saya berbaring, Lembut dan hangat

“Ini kursi di ruang tamu saya” 

Barulah saya sadar kalau saya ada di rumah. Saya melihat jam tangan saya yang sudah menunjukkan angka 01:35 . Jam segini Farah dan Ibu saya biasa bangun untuk sholat malam. Saya mencoba berbaring sedikit lagi, menatap langit-langit rumah dan sedikit demi sedikit menggambarkan kejadian yang saya alami di dalam mimpi saya. Betapa mengerikannya kejadian yang saya alami itu, andai itu terjadi di dunia nyata, saya pasti akan berharap kalau itu semua hanya mimpi.

Sayup-sayup saya mendengar suara bising yang berulang-ulang dari kejauhan. Semakin lama suara itu semakin jelas terdengar, dan segera setelah suara itu cukup dekat barulah saya tahu kalau itu suara sirine.

Saya beranjak ke luar, menuju halaman rumah yang kebetulan ada di pinggir jalan utama ke desa. Dan melintaslah sebuah mobil pemadam kebakaran yang disusul ambulan dan mobil polisi.

“Ada apa sih?? Ada kebakaran ya?”

Tanya ibu dan Farah yang berdiri pintu sambil masih mengenakan mukenah.

Mobil-mobil itu berhenti di pinggir jalan yang kira-kira 3 rumah dari rumah saya. Terlihat semua pesonilnya sibuk membawa peralatan pemadam, dan tandu, lalu kemudian bergegas masuk ke Gang Kadal.

Tanpa pikir dua kali lagi saya melihat ke langit di belakang rumah saya, dan benarlah. Ada cahaya merah dan pekatnya kepulan asap dari arah ujung gang kadal.

“Rumah Pak Jawi kebakaran???”

Karena khawatir, saya pun berniat untuk menuju TKP.

“Mau kemana nil??????”

Tanya Ibu saya.

“Rumah pak jawi kebakaran Bu!! Pengen lihat”

Tapi ibu saya menggeleng-gelengkan kepalanya, pertanda saya tidak direstui. 

“Jangan nak!! Ibu, Farah, sama Mbah sendirian disini. Bapakmu pergi keluar barusan”

Grrrrrrrrh!!! Rasa penasaran dan rasa khawatir saya bercampur aduk. Akhirnya saya pun memilih tinggal.

“Saya harus tenang, lagian sudah ada pemadam kebakaran sama ambulan. Mudah-mudahan aja Pak Jawi gak kenapa-kenapa”

Ucap saya dalam hati.
Saya melihat sekeliling, tidak satupun ada warga yang keluar rumah, sejak saat itu secara resmi saya deklarasikan

“I HATE THEM ALL”

Akhirnya saya sadar betapa ngantuknya saya, saya masuk kamar berharap bisa segera mempertemukan bahu dengan tempat tidur saya, tapi saat saya menghidupkan lampu kamar, saya terkejut seperti tersengat listrik.

Bukan karena tangan saya kesetrum saklar tapi karena kepala saya mendadak seperti mendownload semua ingatan sementara saya yang sempat buyar karena syok. Semua itu karena saya melihat banyak sekali lumpur di lantai kamar saya, di sandal, di jaket dan bahkan di celana yang saya pakai.

Barulah saya sadar kalau apa yang saya alami tadi, bukanlah mimpi

“Erik????”

Ingatan saya langsung tertuju sama sahabat saya yang malang itu, tapi menghubunginya sekarang juga percuma biarlah dia istirahat, karena bukan hanya mentalnya yang syok tapi tubuhnya juga babak belur.
Chapter 20
Juli 2014
Situbondo, Jawa Timur
08:00 WIB

API DAN AMUK

Garis polisi melintang di sepanjang pagar rumah pak jawi, beberapa aparat kelihatan mondar-mandir keluar dari rumah pak jawi, sementara aparat yang lain menjaga warga agar tidak masuk ke area TKP.

“Kalau sudah begini, mereka semua baru bermunculan seolah-olah ini tontonan. Tapi tadi malam, gak satupun ada yang menolong, keluar dari rumah pun tidak”

Gerutu saya dalam hati, saya pun melihat sosok laki-laki yang saya kenal sedang berada di sisi lain garis polisi tepatnya di dalam TKP, dan orang itu adalah “Bapak Saya”

“Kemana orang itu pas kebakaran semalem?? Kenapa keluarga saya jadi ikut-ikutan menjauhi Pak Jawi, padahal kami baru saja pindah kesini??”

Saya cuma menghela nafas panjang karena saya sendiri sadar, saya juga memilih untuk tidak kesini pas kebakaran berlangsung. Andai saja semalem saya gak dalam keadaan syok, mungkin saya sudah mengabaikan larangan Ibu saya dan berlari kesini.

Tidak, andai semalam saya tidak dalam keadaan syok, saya bahkan tidak akan keluar rumah, karena siapapun yang mengalami apa yang saya alami, tidak akan pernah punya pikiran untuk kembali kesini lagi

“Woy!!! Jangan Pak!!”

Seorang polisi memegang punggung saya karena tanpa disadari, saya hampir melewati garis polisi. 

“Oh gak apa-apa pak, dia anaknya Pak Musa orang yang semalam menelpon pemadam kebakaran dan kantor polisi”

Sahut pak edi yang kemudian meminta ijin membawa saya masuk ke TKP.

“Lhoo, bapak saya yang nelpon polisi semalem??? Pantes semalem dia gak ada di rumah, mungkin dia pergi kesini sama pak edi”

Gumam saya dalam hati, dengan sedikit rasa bersalah karena sudah suudzon sama bapak sendiri.

Pak Edi merangkul saya, membawa saya ke tempat yang sekiranya tidak terdengar polisi

“Denger dek, mungkin setelah ini bakal banyak polisi atau intel yang nyari kamu sama temen kamu itu. Untuk sementara ini kamu bisa diam dan bilang saja tidak tahu apa-apa”

Saya menatap pak edi dengan tatapan heran sekaligus marah

“Apa maksud bapak???”

Pak edi hanya menghela nafas dan memegang pundak saya, sambil berbisik dia berkata

“Ada saksi yang mengatakan bahwa kamu dan seorang teman kamu adalah orang terakhir yang keluar dari gang ini, tepat sebelum polisi menemukan Pak Muhadi dan kawan-kawannya yang sudah sekarat”

Habis bilang gitu, pak edi pergi ninggalin saya soalnya salah seorang aparat memanggil beliau

“Sialan!! Saya paling gak suka berurusan sama polisi”

Kemudian saya teringat sesuatu, sesuatu yang sejak dulu menarik rasa penasaran saya. Saya pun bergegas menuju sumur tua di belakang rumah pak jawi yang anehnya gak banyak aparat polisi di sekitar situ, mereka semua terlalu fokus sama puing-puing rumah pak Jawi 

Ada reruntuhan bangunan seperti kamar mandi di samping sumur, dan di sisi yang lainnya adalah reruntuhan kandang sapi yang sudah tidak terlihat ada satupun rumput hijau disana. 
Hampir seluruh permukaan sumur ditutupi lumut. 

Saya beranikan diri untuk melihat ke dalam sumur yang ternyata memang sudah tidak ada airnya. Sumur ini tidak begitu dalam, saya bisa melihat dengan jelas dasar sumurnya yang berupa tanah dan 
Ada sisa-sisa rumput pakan sapi pak jawi tertata rapi di dasar sumur. Dan di salah satu dinding sumur ada lubang kecil, yang cukup untuk dimasuki seorang anak kecil.

Untuk memastikannya, saya memutar arah yang tadinya di sebelah utara ke sebelah selatan sumur. Dan terlihat jelas, ada lubang di dinding dasar sumur bagian utara

“Sumur ini???? Ada apa sebenernya dengan sumur ini??”

Selesai dengan sumur saya pun berbalik arah ke rumah pak jawi, atau lebih tepatnya, reruntuhan rumah.

Hangus! Rata! Rumah yang saya khawatirkan akan runtuh karena hujan deras, ternyata harus rubuh karena kobaran api. Sebelum ini saya selalu penasaran dengan isi rumah Pak Jawi, tapi setelah mendapat kesempatan untuk masuk kesana, entah kenapa saya merasa takut. Saya paksakan kaki saya untuk melangkah ke dalam rumah yang dindingnya sudah tinggal sepaha, dan apa yang saya lihat sungguh tidak masuk akal.

TIDAK ADA SATUPUN TEMPAT TIDUR, LEMARI, ATAU PERABOTAN LAYAKNYA DI RUMAH BIASA

“Apa apaan ini??? Kemana semua barang-barang pak jawi??? Disita polisi kah???”

Saya masih gak bisa membayangkan, gimana bisa seseorang tua renta dengan enam anak tinggal di rumah yang isinya hanya ruang kosong tak beralas. 

Tidak!!! rumah ini tidak cuma sekedar kosong, saya bisa melihat ada tujuh buah kayu pasak tertancap di sekeliling ruangan. Ya!! kayu pasak yang biasa dipakai 

UNTUK MENGIKAT SAPI, ATAU LEMBU.

“Sekarang kamu tahu kan siapa pak Jawi sebenarnya? Setidaknya kejadian ini bisa menjawab rasa penasaran warga. Sungguh disayangkan, kalau pak jawi yang dikenal sebagai tabib, dan dihormati warga, harus meninggal tragis seperti ini”

Pak edi tiba-tiba muncul di belakang saya, dan memberikan informasi yang tidak bisa saya percaya.

“Pak Jawi meninggal???”

Tanya saya seolah tidak percaya

“Ya, polisi menemukan mayatnya di dalam rumah ini. Mayat yang hangus itu, masih memegang obor. Jadi polisi sepakat bahwa pak jawi bakar diri dan rumahnya karena keenam anaknya hilang usai melukai Pak Muhadi dan teman-temannya”

“Bullsh*t!!!!!!!!”

Seru saya dalam hati.
Tidak mungkin!! Seorang ayah yang tinggal sendirian dan sangat menyayangi keenam anaknya, tidak akan pernah bunuh diri beberapa jam setelah mati-matian menyelamatkan anak-anaknya. Setidaknya itu yang ada dipikiran saya, seolah sangat mustahil bagi pak jawi untuk bunuh diri, terlebih harus membakar rumah satu-satunya.

“Sekarang kamu sudah melihat semuanya kan dek?, jadi kamu sudah tahu siapa dan seperti apa anak-anak Iblis itu. Jadi saya harap kamu gak lagi sok-sok jadi pahlawan dengan mencari keberadaan mereka. Agar apa yang menimpa pak muhadi tidak terjadi ke adek juga”

Saya berbalik arah ke arah Pak Edi, dan menatap beliau dengan tatapan benci, sebenci-bencinya.

“Bapak bener!! Saya sudah melihat semuanya!! SEMUANYA!!! Dan benar kata bapak, saya sekarang tahu siapa pak jawi dan anak-anaknya. Pak Jawi adalah seorang ayah, dan keenam bocah yang bapak bilang iblis itu, mereka adalah Anaknya! Anak pak jawi!! Oh ya pak, ngomong-ngomong soal manusia atau bukan, saya jadi penasaran sekarang SIAPA SEBENERNYA YANG BUKAN MANUSIA DI DESA INI??”

Well said Danil, Well Said!! Saya gak tahu kenapa saya terkesan membela anak pak jawi, seakan saya menaruh simpati karena salah satu anaknya yang dianiaya warga. 

Simpati?? Benarkah??? Setelah semua yang saya dan erik lihat malam itu??

YA! MALAM ITU

Diiing!!!! Diiing!!!!!!!!! Dinggg!!!!

Bunyi lonceng memecah kesunyian yang sempat terjadi setelah kaki si Iyo mendarat di muka si gendut.
Bunyi lonceng yang terdengar seram dan menggema, semakin nyaring, semakin nyaring!!!! Semakin terasa asal dari bunyi lonceng itu adalah belakang rumah pak Jawi, tempat dimana sumur itu berada.

Diantara kami berlima, hanya saya yang tahu bahwa selalu ada hal yang mengerikan jika lonceng itu dibunyikan dan ternyata

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”

Si gendut berteriak keras sekali, lebih keras dari teriakanya di waktu itu! Suara yang Cumiakkan telinga, yang bahkan menutupnya pun percuma. Badan saya bergoyang ke kanan dan ke kiri, bukan karena gempa, tapi karena kaki saya gemetar hebat hingga perlahan-lahan terasa lemas. 

Belum cukup mencekamkah teriakan si gendut, sampai-sampai semua saudaranya tiba-tiba berlari keluar dari rumah, cepat sekali dan tentunya dengan teriakan yang sama seperti si gendut.

Semua terjadi begitu cepat, tidak banyak yang bisa dilihat apalagi diingat. Selain si gendut yang mulai menggigit paha Si Iyo. 

Mungkin kita sudah terbiasa melihat anak kecil menggigit, tapi tidak jika dia juga mengoyak dan merobek paha manusia.

Dan tentu saja, kelima saudaranya juga melakukan hal yang sama pada pak Muhadi dan Temannya yang berbaju PNS itu. 

“Aaaaaa,, aaaaa,,, aaaaaa”

Suara yang sangat rendah dan pelan sekali untuk sebuah jeritan dari mulut orang yang tubuhnya sedang dikoyak. Saya tidak bisa percaya apa yang saya lihat, mungkin Pak Muhadi dan teman-temannya merasakan takut yang luar biasa, sehingga untuk teriak saja tidak bisa.

Saya tidak bisa lagi melihat wajah anak-anak pak jawi, karena darah menutupi mulut dan hidung mereka. Kecuali si tinggi yang ompong, dia hanya mencakar cakar wajah orang berbaju PNS itu, sementara si pincang yang berada dipunggunya menggigit satu persatu ujung jari bapak itu, yang samar-samar kelihatan kalau kukunya mulai terlepas.

Jika ini adalah bentuk kemarahan mereka, lalu apa maksud teriakan mereka yang sekarang malah berubah jadi sebuah Tawa!!! Saya tidak lagi mendengar tangis sedih seperti yang saya lihat pada si gendut, atau teriakan marah seperti yang saya lihat pada malam itu. Namun yang saat ini jelas sekali menggema, mengalun mengiringi tontonan mengerikan di depan saya adalah 

Suara tawa bahagia anak-anak pak jawi. Suara yang sering saya dengar ketika adik-adik sepupu saya bermain bersama temannya. Mereka menikmatinya, mereka menyukainya!! Mereka saling melihat satu sama lain dan saling bertukar mangsa.

Masih banyak kata yang harus saya deskripsikan agar orang lain bisa merasakan betapa mengerikannya pembantaian yang mereka lakukan di tengah nyala obor dan gerimis hujan. Tapi….

“Dan”

Suara lirih Erik yang hampir saya lupa keberadaannya, dia masih belum beranjak dari tempatnya tersungkur, saya bisa melihat jelas ada muntah di depannya, mungkin rasa takut dan jijik sudah menari-nari di lambung erik sampai dia muntah. 

Tiba-tiba erik menunjuk sesuatu dengan tangan gemetarnya, sesuatu yang sebenernya ragu untuk saya lihat

“Daan, ppak Jawi Dan”

Benarlah!!! Saat saya menoleh ke arah yang ditunjuk erik, arah yang sama dengan dimana teras pak jawi berada. Disanalah Pak Jawi!!! Diatas terasnya, berdiri, diam, tidak bergerak sedikitpun. Dan karena jarak kami yang cukup jauh, kami hanya bisa melihat bibirnya yang komat-kamit dan sekilas terlihat sedang tersenyum. Entahlah yang jelas kami tahu adalah, Pak jawi tidak lagi bungkuk. Seakan Sang Ayah menikmati melihat anak-anaknya bermain riang, dengan tubuh manusia yang tercabik dan penuh darah.

Saya menyuruh Erik membaca doa, doa apapun yang diajarkan Bapak atau ustadnya di sekolah. Tapi sementara saya membaca ayat kursi yang tidak selesai-selesai karena tidak bisa mengingatnya, erik justru membaca doa makan karena mungkin tidak ada doa lain yang dia hafal.

Kami masih mencari celah, mencari waktu yang tepat untuk pergi dari nerakanya pak jawi ini. Dan tiba-tiba

“…………………………………………………..…..HENING…………………………………………………..................”

“Apa??? Apa lagi sekarang???”

Tanya saya dalam hati, berharap tidak ada sesuatu yang lebih buruk dari anak kecil yang melumat-lumat daging manusia.

Dan ternyata, mereka berenam sudah berhenti bermain-main dengan tubuh Pak Muhadi CS. Sama seperti pak Jawi yang juga berhenti komat-kamit.

Ini kabar baik buat mayat pak Muhadi CS, tapi kabar buruk buat kami karena sekarang mereka berenam mulai melihat ke arah saya dan erik.

Saya tampar muka si erik yang sedang memejamkan matanya sambil membaca syahadat, seolah-olah siap mati. Sementara saya sendiri harus tetap tenang, dan juga menenangkan si erik

“Kita lari setelah ada aba-aba dari saya”

Anak-anak pak jawi masih tidak beranjak sedikitpun dari tempatnya, sementara pak jawi. Kami tidak lagi melihat Pak jawi di teras rumahnya, tidak dimanapun. Dan tiba-tiba si peot mulai angkat bicara

“Cacak………..” (Kakak)

Tanpa disuruh dua kali, saya langsung menarik erik menuju motor yang sudah siap meluncur di ujung pagar rumah pak jawi. Dan lagi-lagi Kampretnya motor ini tidak mau nyala berapa kalipun distarter, sehingga saya harus starter sambil lari. Sempat saya menoleh ke arah anak-anak itu, mereka masih saja diam menghadap lurus ke depan seolah tidak lagi memperhatikan kami.

Belum selesai rasa takut saya, dari balik pagar, samar-samar saya melihat ada sesuatu di dekat sumur, atau mungkin lebih tepatnya seseorang, seseorang yang tidak ada waktu bagi saya untuk berpikir 

SIAPA DIA??

Setidaknya selagi saya dan erik masih berlari mendorong motor matic yang macet.

Jauh kiranya sampai di ujung gang, barulah saya sadar kalau standar motornya belum dinaikin. Dan inilah awal dari kebencian saya terhadap motor matic.

Saya pun mengantarkan erik pulang, berkendara pelan melewati keramaian anak-anak yang baru keluar dari mushallah. Kami Cuma bengong, tidak ada sedikitpun ide untuk lapor ke polisi atau warga, tidak ada satupun yang berbicara, Sampai akhirnya Erik buka suara

“Dan, aku ngelihat Dan”

“Ngelihat apa??” 

Tanya saya penasaran, tapi saya tidak mau tahu jawabannya.

“Dari genangan air hujan, di tambah cahaya obor, Aku ngelihat punggung pak jawi”

“Terus??”
Tanya saya yang semakin merinding

“Bukan tuyul seperti yang Uci dan Adi bilang, tapi…… "

Lembu hitam yang besar banget
Akhir Dari Pra Insident
Bersambung CHAPTER 21....

Sumber Cerita Nyata: https://m.kaskus.co.id/profile/9268601


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluargaku Yang Harmonis Berujung Miris Dan Menyeramkan (CERITA MISTIS NYATA)

Penampakan Tuyul Yang Sering Aku Lihat Dikampungku (Part 3) ITUMISTIS - Perlu diketahui gan, karena aku tinggal di desa maka masih banyak persawahan terbentang luas, ditengah pemukiman pun masih banyak tanah kosong yg tak terurus (kalo diaerahku menyebutnya bon suwung), disana masih banyak pohon yg gede2, tanaman bambu yg rimbun juga semak belukar. Kebetulan rumahku juga deket bon suwung, jadi letaknya dipinggir sebuah gang (halaman rumah jadi satu dengan gang), utara rumahku adalah rumah joglo yg sudah tua milik simbahku, samping rumah joglo itu tanah kosong yg luas (bon suwung), utara bon suwung adalah kuburan.... sementara dibelakang rumahku ada rumah milik pakdheku, belakang rumah pakdheku adalah kali.... kali yg berpuluh2 tahun gak pernah mati karena ada mata air diutara kampungku. Bingung ya gan?emoticon-Bingung  Semua tempat yg aku sebutin itu adalah tempat yg terbilang wingit, apalagi mata air yg terletak di utara kampungku, kata tetua desa kami... di sekitar

KISAH MITOS

Kisah Mitos Tiga Desa Nganteng Bersetubuh Dengan Penunggu Wisata Danau Ngantang Selorejo Malang Cerita Mitos kali ini berkisah nyata tentang akibat Pesugihan.Cerita hantu siluman paling seram dan nyata terbaru ini saya jadikan cerpen horor sebagai artikel pertama untuk mengawali Kumpulan cerita horor nyata seram dan menakutkan terbaru. Sebelum Anda terjerumus, sebaiknya dipikir jernih. Tak ada untungnya melakukan persekutuan gaib dengan makhluk halus. Terlebih dalam urusan kekayaan. Meski enteng syarat dan enteng hasil, namun urusan dibelakangnya sangatlah mengerikan. Segeralah bertobat… Insya Allah, Tuhan memberi jalan terang seterang jalan di Surga. Amin… Pengalamanku terjun di dunia pesugihan, membuatku menyesal seumur hidup. Aku yang kala itu istri dari seorang pimpinan group campursari, sedikitpun tak memikirkan masa depan keluarga. Beratnya menjalankan dan besarnya resiko, tidak lagi sekedar cerita dan mereka yang pernah melakoni dunia pesugihan. Pengalaman mengerikan

Keluargaku Yang Harmonis Berujung Miris Dan Menyeramkan (CERITA MISTIS NYATA)

Suara Misterius Yang Selalu Terdengar (Part 1) ITUMISTIS - Sedikit perkenalan gan, namaku Wawan... Aku tinggal disebuah kampung yg ada dipinggiran kota besar dipulau jawa yg sebagian besar penduduknya masih bertani. Begitu juga dengan orang tuaku, selain bertani mereka juga berdagang. Aku anak kedua dari tiga bersaudara, perlu diketahui gan..tahun 1998 aku lulus SMA, jadi sudah ketebak berapa umurku saat ini. Cerita ini berdasarkan pengalamanku sendiri dan keluarga serta beberapa orang terdekatku. Saat itu aku masih SMA, sepulang sekolah aku dan adik serta kakakku membantu ortuku disawah karena saat itu adalah musim tanam, jadi butuh tenaga ekstra yg tidak mungkin hanya dikerjakan oleh kedua orang tuaku. Sekitar jam 4 sore aku berniat pulang... "Pak aku pulang duluan ya... soalnya tadi udah janjian sama temen" kataku ke bapak. "Ya gak apa2, lagian juga sudah mau selesai kok" kata bapak. Akupun bergegas pulang dengan motorku, sementar